PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bersama,
konstitusi di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi
itu sendiri berasal dari bahasa Perancis “constituer” yang berarti membentuk.
Jadi, term konstitusi dimaksudkan pembentukan atau menyusun dan menyatukan satu
negara. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti lebih luas daripada
UUD. Tapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian konstitusi. Konstitusi itu
sendiri dapat berarti konstitusi tertulis, yaitu konstitusi yang ditulis
dalam satu naskah. Dan konstitusi tidak
tertulis, yaitu konstitusi yang tidak tertulis dalam satu naskah tertentu, dan
berasal dari konvensi-konvensi atau undang-undang biasa. Contoh konvensi adalah
pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus.
Perubahan
konstitusi sering disebut dengan Amandemen (to
amend). Dalam melakukan perubahan konstitusi baik itu penambahan,
pengurangan ataupun penyempurnaan Undang-Undang Dasar tidak dapat dilakukan
secara serampangan. Karena dalam melakukan amandemen mempunyai cara-cara
tersendiri yang telah diatur sedemikian rupa. Di Indonesia, proses perubahan
(amandemen), telah dilakukan dalam empat kali periode, yaitu Amandemen pertama
(pada SU MPR 1999 dan disahkan 19 Oktober 1999), Amandemen kedua (pada ST MPR
2000 dan disahkan 18 Agustus 2000), Amandemen ketiga (pada ST MPR 2001 dan
disahkan 10 November 2001) dan Amandemen keempat (pada ST MPR 2002 dan disahkan
10 Agustus 2002).
Tujuan
dari perubahan itu sendiri adalah untuk menyempurnakan UUD 1945, sesuai dengan
perkembangan dan dinamika tuntutan masyarakat. Karena, konstitusi bersifat
dinamis, maka ia akan bergantung pada zamannya. Ada kalanya sebuah konstitusi
dianggap sempurna, tapi mungkin pada lain waktu konstitusi itu tidak dikira
sempurna lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang selalu
berubah-ubah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
telah dijelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia?
2. Bagaimana
mekanisme dan tata cara perubahan UUD 1945?
3. Bagaiman
kedudukan lembaga-lembaga negara pasca amandemen?
4. Apa
tujuan perubahan konstitusi?
5. Bagaimana
konstitusi sebagai bagian kehidupan negara Demokrasi?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui amandemen Undang-Undang Dasar
1945 di Indonesia.
2.
Mengetahui mekanisme dan tata cara
perubahan UUD 1945.
3.
Mengetahui kedudukan lembaga negara pasca amandemen.
4.
Mengetahui tujuan perubahan konstitusi.
5.
Mengetahui konstitusi sebagai bagian
kehidupan negara Demokrasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perubahan
(Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945
Kata “perubahan” dalam Perubahan
Konstitusi, asal katanya adalah rubah dan kata kerjanya adalah mengubah.
Menurut Sri Soematri kata mengubah Konstitusi/Undang-Undang Dasar sama dengan
“mengamandemenkan Konstitusi/UUD’. Pendapat beliau didasarkan pada arti
“mengubah Undang-Undang Dasar” dalam bahasa Inggris berarti “Constitution amandemen”. Jadi, menurut
Sri Soematri, mengubah Undang-Undang Dasar/Konstitusi dapat berarti dua, yaitu
pertama mengubah sesuatu yang sudah diatur dalam UUD/Konstitusi, dan kedua
menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam UUD/Konstitusi.[1]
Amandemen
berarti perubahan atau mengubah (to amend).
Tujuannya untuk memperkuat fungsi dan posisi UUD 1945 dengan mengakomodasikan
aspirasi politik yang berkembang untuk mencapai tujuan negara seperti halnya
yang dirumuskan oleh konstitusi itu sendiri. Cara melakukan amandemen setiap
konstitusi dan praktisi implementasinya memiliki cara tersendiri yang telah
diatur.
Dalam
UUD 1945, Pasal 37 yang diberi wewenang untuk melakukannya adalah MPR.
Amandemen UUD 1945 tersebut dilakukan pada saat berlangsungnya Sidang Umum MPR.
Amandemen dimaksudkan supaya UUD 1945 disempurnakan sesuai dengan perkembangan
dan dinamika tuntutan masyarakat.[2]
UUD 1945 sebagai konstitusi negara
Republik Indonesia sampai sekarang ini telah mengalami empat kali amandemen (perubahan) yang terjadi
di era Reformasi. Keempat amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Amandemen pertama dilakukan pada Sidang
Umum MPR 1999 dan disahkan 19 Oktober
1999.
Perubahan I UUD 1945 terdiri dari 9
pasal, yaitu Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17,
Pasal 20, dan Pasal 21. Secara umum inti Perubahan I UUD 1945 menyoroti perihal
kekuasaan Presiden (eksekutif).[3]
Dalam perubahan ini terjadi
pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk undang-undang, yang diatur dalam
Pasal 5:”Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang,”berubah menjadi
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang. Kekuasaan membentuk
undang-undang dialihkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana tertuang
dalam Pasal 20 yang berbunyai:” Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang”, perubahan pasala ini memindahkan titik berat
kekuasaan legislasi nasional yang semula berada di tangan Prresiden, beralih ke
tangan DPR.[4]
2.
Amandemen kedua dilakukan pada Sidang
Tahunan MPR 2000 dan disahkan 18 Agustus 2000.
Perubahan terdiri dari 5 bab dan 25
pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19 Pasal 20, Pasal 20A,
Pasal 22A, Pasal 22B; Bab IXA: Pasal 25E, Bab X, Pasal 26, Pasal 27, Bab XA,
Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, asal 28G,
Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab
XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, DAN pasal 36C.[5] Inti dari amandemen kedua ini adalah
Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia,
Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
Khusus
mengenai pengaturan HAM, dapat dilihat pada Perubahan dan kemajuan signifikan
adalah dengan dicantumkannya persoalan HAM secara tegas dalam sebuah BAB
tersendiri, yakni BAB XA (Hak Asasi Manusia) dari mulai Pasal 28A sampai dengan
28J. Dapat dikatakan bahwa konseptualisasi HAM di Indonesia telah mengalami
proses dialektika yang seruis dan panjang yang mengambarkan komitmen atas upaya
penegakan hkum dan HAM.[6]
3.
Amandemen ketiga dilakukan pada Sidang
Tahunan MPR 2001 dan disahkan 10 November 2001.
Perubahan yang dilakukan terdiri dari
3 bab dan 22 pasal, yaitu Pasal 1, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal7A, Pasal
7B, Pasal 7C, pasal 8, Pasal 11, Pasal 17; Bab VIIIA :Pasal 22C, Pasal 22D; Bab
VIIB: Pasal 22E, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Bab VIIIA: Pasal 23E, Pasal
23F, Pasal 23G; Pasal 24, Pasal 24A,Pasal 24B, Pasal 24B, Pasal 24C.[7] Inti perubahan yang dilakukan pada
amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR,
Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman
4.
Amandemen keempat dilakukan pada Sidang
Tahunan MPR 2002 disahkan 10 Agustus 2002.
Beberapa perubahan terdiri atas 2
bab dan 13 pasal, yaitu Pasal 2, Pasal 6A, pasal 8, Pasal 11, Pasal 16, Pasal
23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal 31, Pasal 32, Bab XIV, Pasal 33, Pasal 34, dan
Pasal 37.[8] Inti Perubahan: DPD sebagai bagian
MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata
uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
Amandemen UUD 1945
telah memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam UUD 1945. Perbaikan dan
perubahan yang dimaksud antara lain:
1.
Adanya pembatasan atas kekuasaan
presiden di Indonesia;
2.
Memperkuat dan menegaskan kembali peran
kekuasaan legislatif di Indonesia;
3.
Mencantumkan hak asasi manusia
Indonesia;
4.
Menegaskan kembali hak dan kewajiban
negara ataupun warga negara;
5.
Otonomi daerah dan hak-hak rakyat di
daerah ;
6.
Pembaharuan lembaga negara sehingga
tidak ada lagi istilah lembaga tertinggi negara dan lembang tinggi negara.
Amandemen konstitusi dimaksudkan agar
negara Indonesia benar-benar merupakan pemerintahan yang konstitusional (constitutional government). Pemerintah
konstitusional tidak hanya pemerintahan itu berdasarkan pada sebuah konstitusi,
tetapi konstitusi negara itu harus berisi adanya pembatasan kekuasaan dan
jaminan hak-hak warga negara.[9]
Wheare mengatakan perubahan cukup
dengan “The ordinat legislatif process”, seperti di New Zealand. Sedangkan
konstitusi yang tergolong rigrid, menurut Sri Soematri uang berpedoman kepada
pendapat C.F. Strong, maka cara perubahannya dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Oleh kekuasaan legislatif, tetapi dengan
pembatasan-pembatasan tertentu;
2.
Oleh rakyat melalui satu referendum;
3.
Oleh sejumlah negara bagian – khusus
untuk negara serikat;
4.
Dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau
oleh satu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan.
Dalam
salah satu karangannya Ismail Suny mengemukakan bahwa proses perubahan
konstitusi dapat terjadi dengan berbagai cara karena:
1.
Perubahan resmi,
2.
Penafiran hakim,
3.
Kebiasaan ketatanegaraan/konvensi.[10]
B.
Mekanisme
dan Tata Cara Perubahan UUD 1945
Perubahan UUD 1945 dilakukan oleh
MPR berdasarkan Pasal 3 UUD 1945 (sebelum diubah) yang menyatakan bahwa MPR
menetapkan Undang-Undang Dasar dan GBHN. MPR dalam melakukan perubahan UUD 1945
mengacu pada Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tata cara perubahan konstitusi.
Melihat
ketentuan Pasal 37 UUD 1945 tersebut, tidaklah terlalu sulit untuk mengubah UUD
1945. Hanya dengan kehadiran 2/3 anggota MPR , dan putusan disetujui oleh 2/3
anggota yang hadir, setiap pasal dalam UUD 1945 dapat diubah setiap saat sesuai
kebutuhan masyarakat bangsa Indonesia. Hal pertama yang dibahas pada
sidang-sidang awal BP MPR adalah mengenai sistem amandemen yang ditetapkan, PAH
III BP MPR memutuskan menggunakan model amandemen Amerika Serikat, yaitu dengan
cara adendum.
Selain
itu PAH III BP MPR juga menetapkan kesepakatan dasar dalam mengamandemen UUD
1945, yaitu:
1.
Tidak mengubah bagian Pembuka UUD 1945;
2.
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
3.
Perubahan dilakukan dengan cara
‘Adendum’;
4.
Mempertegas sistem Pemerintahan
Presidensial;
5.
Penjelas UUD 1945 ditiadakan, hal-hal
normatif dalam bagian penjelas diangkat kendala pasal-pasal.
Kesepakatan dasar di atas menjadi
landasan dan koridor MPR dalam mengamandemenkan UUD 1945 supaya amandemen tidak
menjadi kebablasan dan tidak menghilangkan nilai-nilai filosofi dasar dari UUD
1945 seperti yang sudah termaktub dalam bagian Pembukaan UUD 1945.
Pembahasan perubahan UUD 1945 di BP
MPR berlangsung dalam beberapa tahapan. Perubahan pertama berlangsung di PAH
III MPR 1945. Tahap pertama rapat pleno PAH III adalah penyampaian pemandangan
umum fraksi-fraksi. Setiap fraksi menyampaikan pandangannya mengenai materi
yang akan diubah. Kemudian dilanjutkan dengan tanggapan setiap fraksi terhadap
usulan materi yang sudah disampaikan sebelumnya oleh setiap fraksi.
Setelah melelui rapat-rapat
pembahasan, PAH III menghasilkan usulan rancangan materi perubahan yang akan
disampaikan dan dibahas dalam sidang-sidang Komisi Majelis. Setelah mendapat
persetujuan Komisi Majelis, usulan rancangan disampaikan kepada forum tertinggi
MPR, yaitu Rapat Paripurna MPR.
Rapat Paripurna MPR merupan
kekuasaan tertinggi di tingkat pengambilan keputusan untuk menerima atau
menolak usulan rancangan perubahan tersebut. Disini digunakan ketentuan Pasal
37, yaitu rapat dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 anggota
MPR yang hadir.[11]
C.
Kedudukan
Lembaga-lembaga Negara pasca Amandemen
1.
MPR
MPR adalah Lembaga tinggi negara
sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden,
DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang mempunyai fungsi legislasi. Pasca perubahan UUD
1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR
tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi
berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat
besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Tugas dan wewenang: mengubah dan
menetapkan Undang–undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden
berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR, dan memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden
dan / atau wakil presiden.
2.
Presiden
Berbeda dengan sistem pemilihan
Presiden dan Wapres sebelum adanya amandemen dipilih oleh MPR , sedangkan
setelah adanya amandemen UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka dipilih
secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh
parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Presiden tidak lagi bertanggung
jawab kepada MPR melainkan bertanggung jawab langsung kepada Rakyat Indonesia.
Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat.
Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali dalam masa jabatan
yang sama hanya untuk satu kali masa
jabatannya. Setelah amandemen UUD 1945 beberapa wewenang Presiden sudah banyak
dikurangi, antara lain sebagai berikut:
Hakim
agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan oleh komisi yudisial
untuk diminta persetujuan DPR, selanjutkan ditetapkan oleh Presiden (Pasal 24A
ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
Demikian juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada suatu keseimbangan dan demokratisasi. Namun sangat disayangkan, pengangkatan seorang jaksa agung masih menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR secara nyata.
Demikian juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada suatu keseimbangan dan demokratisasi. Namun sangat disayangkan, pengangkatan seorang jaksa agung masih menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR secara nyata.
Sebelum
ada perubahan, Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk
mementukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lainn. Mengingat
pentingnya hal tersebut, maka presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar
sebaiknya diberikan pertimbangan DPR.
3.
DPR
Melalui perubahan UUD 1945,
kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya
kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik sebuah lembaga
legislatif.
Tugas dan wewenang DPR:
a)
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden
untuk mendapat persetujuan bersama;
b)
Membahas dan memerikan persetujuan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang;
c)
Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang
yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya
dalam pembahasan;
d)
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan
Undang-Undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan Agama;
e)
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
f)
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja Negara serta kebijakan
pemerintah.[12]
Kedudukn DPR sejajar/seimbang dengan
Presiden sehingga tidak dapat saling menjatuhkan, maka DPR tidak memproses dan
mengambil keputusan terhadap pendapat sendiri, tetapi mengajukannya kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memeutuskan pendapat yang
berisi dugaan DPR itu.[13]
4.
DPD
DPD adalah Lembaga negara baru
sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan
perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan
golongan yang diangkat sebagai anggota MPR. DPD mempunyai fungsi: Pengajuan
usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan
bidang legislasi tertentu.
5.
BPK
BPK adalah lembaga tinggi Negara
yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. BPK
Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah
(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti
oleh aparat penegak hukum.
6.
DPA (Dewan Pertimbangan Agung) telah dihapus pasca
amandemen keempat
7.
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Kewajiban dan wewenang: Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan per undang-undangan di bawah
Undang- undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
Undang-Undang; Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi; dan memberikan
pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan Rehabilitasi
8.
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan Kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung Keberadaanya
dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
MK Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil
presiden menurut UUD.
9.
Komisi Yudisial
Berdasarkan UU No. 22 tahun 2004 Komisi Yudisial adalah lembaga negara
yang bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan
nama calon Hakim Agung.
Wewenang:
a)
Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc
di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
b)
Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim;
c)
Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
d)
Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).[14]
D.
Tujuan
Perubahan Konstitusi
Tujuan perubahan UUD
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk:
1. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai tatanan negara dam mencapai tujuan nasional yang tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila;
2. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta
memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
3. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan Hak Asasi Manusia agar sesuai
demam perkembangan paham hak asasi manusia dalam peradaban umat manusia yang
sekaligus merupakan syarat bagi satu negara hukum dicita-citakan oleh UUD 1945;
4. Menyempurnakan
auran dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain
dengan lembaga kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling
mengimbangi (checks and balances)
yang lebih ketat dan transparan, serta pembentukan lembaga-lembaga negara yang
baru dan mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman;
5. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara yang
mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan
etik, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan
mewujudkan negara sejahtera;
6. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam
penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan
demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
7. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan
perkembangan aspirasi, kebutuhan serta kepentingan bangsa dan negara Indonesia
dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan
datang.[15]
E.
Konstitusi
Sebagai Bagian Kehidupan Negara Demokrasi
Kedudukan,
fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dari zaman ke zaman. Dalam
sejarah di dunia Barat, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan batas wewenang
penguasa, menjamin hak rakyat, dan mengatur jalannya pemerintahan. Konstitusi
menjamin alat rakyat untuk konsolidasai
kedududkan hukum dan politik untuk mengatur kehidupan bersama dan untuk
mencapai cita-citanya dalam bentuk negara.
Di dalam negara-negara yang
mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-undang dasar
mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan sedemikian
rupa. Sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme.
Menurut Carl J. Friedrich,
konstisionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan
kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, dengan pembatasan
untuk dapat menjamin kekuasaan yang diperlukan, tidak disalahgunakan oleh
mereka pemerintah.[16]
Robert Dahl dalam On Democracy
mengatakan pentingnya merancang konstitusi yang demokratis karena akan
menentukan kelangsungan hidup lembaga-lembaga Demokrasi. Konstitusi yang
demokratis menurut Dahl mengandung beberapa unsur antara lain, pernyataan hak asasi
manusia, hak sosal dan ekonomi. Bentuk negara kesatuan atau federal, lembaga
legislatif dengan satu kamar atau dua kamar, pengaturan kekuasaan yudikatif,
sistem pemerintahan presidensial atau parlementer, pengaturan mengenai
amandemen konstitusi dan referendum, serta sistem pemilihan.[17]
Demokrasi
Konstitusional adalah demokrasi yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.
Jadi kekuasaan rakyat yang implementasinya berdasarkan konstitusi dimana Negara
tersebut berasal. Ciri khas demokrasi konstitusional adalah gagasan bahwa
pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya
dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Dalam
demokrasi konstitusional terdapat suatu konstitusi tertulis, dimana dari situ
akan dengan tegas menjamin hak asasi dari warga Negara. Kekuasaan dibagi
sedimikian rupa hingga penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan
kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintah
dalam tangan satu orang atau satu badan. [18]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Amandemen berarti perubahan atau
mengubah (to amend). Tujuannya untuk
memperkuat fungsi dan posisi UUD 1945 dengan mengakomodasikan aspirasi politik
yang berkembang untuk mencapai tujuan negara.UUD 1945 sebagai konstitusi negara
Republik Indonesia sampai sekarang ini telah mengalami empat kali amandemen (perubahan) yang terjadi
di era Reformasi, yaitu: Amandemen pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 dan disahkan 19 Oktober 1999,
Amandemen kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2000 dan disahkan 18 Agustus
2000, Amandemen ketiga dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan disahkan 10
November 2001, dan Amandemen keempat dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2002
disahkan 10 Agustus 2002.
Cara perubahannya dapat digolongkan
sebagai berikut:Oleh kekuasaan legislatif, rakyat melalui satu referendum;Oleh
sejumlah negara bagian – khusus untuk negara serikat; Dengan kebiasaan
ketatanegaraan, atau oleh satu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya
untuk keperluan perubahan.
Demokrasi
Konstitusional adalah demokrasi yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.
Ciri khas demokrasi konstitusional adalah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Tujuan
dari perubahan adalah untuk menyempurnakan UUD 1945, sesuai dengan perkembangan
dan dinamika tuntutan masyarakat.
Lembaga-lembaga Negara pasca
Amandemen: MP, Presiden, DPR, DPD, BPK , DPA (Dewan Pertimbangan Agung) telah
dihapus pasca amandemen keempat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial
DAFTAR
PUSTAKA
El-Muhtaj.
Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007
Huda.
Ni’matul, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen
Ulang Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Jutmini.
Sri dan Winarto, Pendidikan
Kewarganegaraan, Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004.
Singka
Subekti. Valina, Menyusun Konstitusi
Transisi: Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Putra
Rio Mamduh A., “ Lembaga-lembaga Negara sebelum dan Sesudah Amandemen”
http://rio-mamdoeh.blogspot.se/2012/10/lembaga-lembaga-negara-sebelum-dan_7301.html,
(diakses pada 13 April 2013, 10.55).
Iesdepedia, “Demokrasi
Konstitusionalisme”, http://iesdepedia.com/blog/2013/01/15/demokrasi-konstitusional-teori/
(diakses pada 15 April 2012, 17:40).
[2]
Sri Jutmini
dan Winarto, Pendidikan Kewarganwgaraan,
Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2004, hal.148.
[3]
El-Mumtaj. Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2007, hal. 88.
[4]
Ni’matul Huda., UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hal.284.
[5]El-Mumtaj. Majda, Loc. Cit.,
[6]
bid., hal. 64-65
[7]
Ibid.,hal. 89.
[8]
Ibid.,
[9]
Sri Jutmini dan Winarto, Op. Cit, hal. 151.
[11]
Valina Singka Subekti., Menyusun Konstitusi Transisi: Pergulatan
Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008, hal.82-86
[12]
Putra Rio Mamduh A., “
Lembaga-lembaga Negara sebelum dan Sesudah Amandemen” http://rio-mamdoeh.blogspot.se/2012/10/lembaga-lembaga-negara-sebelum-dan_7301.html,
(diakses pada 13 April 2013, 10.55)
[13]
El-Mumtaj. Majda, Op. Cit,hal.294.
[14]
Putra Rio Mamduh A., “
Lembaga-lembaga Negara sebelum dan Sesudah Amandemen” http://rio-mamdoeh.blogspot.se/2012/10/lembaga-lembaga-negara-sebelum-dan_7301.html,
(diakses pada 13 April 2013, 10.55)
[15]
Ni’matul Huda., Op. Cit, hal.198-199.
[16]
Ibid., hal. 35-39
[17]
Valina Singka Subekti., Op. Cit, hal. 18-19
[18]Iesdepedia, “Demokrasi Konstitusionalisme”,
http://iesdepedia.com/blog/2013/01/15/demokrasi-konstitusional-teori/ (diakses
pada 15 April 2012, 17:40)
Makasih untuk makalanya mas sangat membantu dalam mengerjakan tugas sekolah, jgn lupa kunjungi juga saya di http://belajarblog53.blogspot.co.id
ReplyDelete