PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu
tasawuf yang merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat kontroversi
dikalangan para ahli sufi, dikarenakan di dalamnya mengandung berbagai
permasalahan yang menyangkut dengan aqidah dan keimanan seseorang.
Dalam
sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua, yaitu tasawuf
yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang mengarah pada
teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke
arah pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang
menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun
tasawuf yang berorientasi ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para
sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.
Perkembangan
Tasawuf dan Islam telah mengalami beberapa fase. Pertama, yaitu fase asketis (zuhud)
yang tumbuh pada akad pertama dan kedua Hijriyah sikap asketis ini dipandang
sebagai pengantar tumbuhnya tasawuf. Tasawuf mempunyai perkembangan
tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan zuhud yang
selanjutnya berkembang menjadi tasawuf. Meskipun tidak persis dan pasti, corak
tasawuf dapat dilihat dengan batasan- batasan waktu dalam rentang sejarah.
Corak-corak
ilmu tasawuf yang berkembang menurut rentang waktu yang sangat panjang, dengan
berbagai motif dan konsep-konsep yang berbagai macam tetapi dengan satu tujuan
jua, yakni tentang keimanan dan tujuan hidup seseorang.Tasawuf sebagai
ajaran pembersihan hati dan jiwa memiliki sejarah perkembangannya dari masa ke
masa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
telah dijelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
A. Bagaimana
sejarah perkembangan Tasawuf Salafi(akhlaki)?
B. Bagaimana
sejarah perkembangan Tasawuf Falsafi?
C. Bagaimana
sejarah perkembangan Tasawuf Syi’i?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan
penulisan makalah ini adalah :
A. Mengetahui
sejarah perkembangan Tasawuf Salafi(akhlaki).
B. Mengetahui
sejarah perkembangan Tasawuf Falsafi.
D. Mengetahui
sejarah perkembangan Tasawuf Syi’i.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tasawuf
Salafi (akhlaqi)/Sunni
1. Pengertian Tasawuf Suni
Abu al-Wafa’al-Ghanimi al-Taftazani
dalam bukunya “Madkhal ila al-Tasawuf al-Islam menjelaskan aliran Tasawuf sunni
adalah aliran sufi yang pendapat moderat dan ajaran tasawufnya selalu merujuk
kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah atau denagn kata lain tasawuf aliran ini akan
selalu berpatokan syari’at. Aliran ini tumbuh dan berkembang pada abad kelima
Hijriah.Aliran tasawuf sunni ini mendapat sambutan seiring dengan berkembangnya
aliran teologi Ahlussunnah wal jamaah yang dilancarkan oleh Abu al-Hasan
al-Asya’ri atas aliran-aliran lainnya dengan kritiknya yang luras terhadap
keekstriman tasawuf Abu Yazid al-Busthami al-Halley dan para sufi lainnya.
Tasawuf Sunni mengadakan pembaharuan
dengan mengembalikan tasawuf ke landasan Al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengaitkan
keadaan dan tingkatan rohaniah kepada kedua landasan tersebut. Tokoh yang
paling berpengaruh dalam aliran ini adalah al-Qusyairi, al-Harawi, dan
al-Ghazali. Dengan demikian pada abad kelima Hijriah, Tasawuf sunni berada
dalam posisi yang sangat menentukan dan memungkinkan tersebar luas di kalangan
masyarakat Islam sampai sekarang.[1]
Tasawuf
sunni ialah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan asapek hakekat dan
syari’at, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan
mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh
berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Shirah para sahabat.[2]
Tasawuf Akhlaqi yaitu tasawuf yang sangat menekankan nilai-nilai etis (moral).[3]
Tasawuf
sunni banyak berkembang di dunia Islam, terutama di Negara–Negara yang dominan
bermazhab Syafi’i. Tasawuf ini sering digandrungi orang karena paham atau
ajaran – ajarannya tidak terlalu rumit.
Latar
belakang munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah
yang melanda para ulama’ fiqh dan tasawwuf lebih-lebih pada abad
kelima hijriah aliran syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan
kepemimpinan kepada keturunan ali bin abi thalib. Dimana syi’ah lebih banyak
mempengaruhi para sufi dengan doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah
ketangan sufi yang layak menyandang gelar waliyullah, dipihak lain
para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan
corak pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan
kehidupan para sahabat dan tabi’in. dengan ketegangan inilah muncullah sang
pemadu syari’at dan hakekat yaitu Imam Ghazali.[4]
2. Ciri-ciri dan
karakteristik ajaran Tasawuf Sunni :
a. Melandaskan diri pada Al-quran dan As-Sunnah.
b. Tidak menggunakan terminologi – terminology
filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan – ungkapan
Syathahat.
c. Lebih bersifat mengajarkan dualism
dalam hunganan antara Tuhan dan manusia.
d. Kesinambungan antara hakikat dengan
syari’at.
e. Lebih terkonsentrasi pada pembinaan,
pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan – latihan)
dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
Tasawuf akhlaqi mempunyai tahap
sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:
1. Takhalli: merupakan langkah
pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah usaha
mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak
tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah
kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.
2.
Tahalli: adalah upaya mengisi
dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan
akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa
dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang
bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar
adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji
dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan
kecintaan kepada Tuhan. Sikap mental dan perbuatan yang baik sangat penting
diisikan kedalam jiwa manusia akan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan
manusia paripurna, antara lain sebagai berikut:
a. Taubat: Yaitu rasa penyesalan
sungguh – sungguh dalam hati yang disertai permohonan ampun serta berusaha
meninggalkan perbuatan yang menimbulkan dosa.
b. Cemas dan Harap (Khauf dan Raja’) :
yaitu perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan seringkali lalai
kepada Allah.
c. Zuhud: Yaitu meninggalkan
kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi.
d. Al-Faqr: Yaitu sikap yang tidak
menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa
yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
e. Al-Sabru: Yaitu suatu keadaan jiwa
yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.
f. Ridha: Yaitu menerima dengan lapang
dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah.
g. Muraqabah: yaitu seseorang menyadari
bahwa dirinya tidak pernah lepas dari pengawasan Allah sehingga selalu
membawanya pada sikap mawas diri atau self correction.
3. Tajalli: Kata tajalli bermakna terungkapnya
nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang
telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan
perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan
perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum
dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu
kepada-Nya.[5]
3. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni
Munculnya
aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di
dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi
yang berpengaruh dari aliran-aliran tasawuf sunni dengan antara lain sebagai
berikut:
a.
Hasan
al-Basri.
Hasan
al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’
dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di
Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah
perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal
tahun 110 H.
Dasar
pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga
ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi. Prinsip kedua Hasan
al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada
siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalakukan perintahNya. Serta
menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah
mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu
memikirkan kehidupan yang akan dating yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
b.
Rabiah
Al-Adawiyah
Nama lengkapnya
adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelari
Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri
ke empat dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia
telah hafal Al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.
Cinta murni
kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan
melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.
Cinta kepada
Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia mambagi
cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah
menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang
cintanya kepad Rasulullah SAW, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai
Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai
siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi mealui
syair berikut ini: “Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya
selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”.
c.
Dzu
Al-Nun Al-Misri
Nama lengkapnya
adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-Akhimini
Qibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat
diketahui tentang silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih
banyak orang yang belum mengungkapkan masalah ini. Namun demikian telah
disebut-sebut oleh orang banyak sebagai seorang sufi yang tersohor dan tekemuka
diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3 Hijriah.
d.
Abu
Hamid Al-Ghazali
Al-Ghazali nama
lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad. Karena kedudukan
tingginya dalam Islam, dia diberi gelar Hujjatul Islam.Ayahnya,
menurut sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari itulah,
tokoh sufi yang satu ini terkenal dengan al-Ghazzali (yang pemintal
wol), menurut periwayatan al-Subki, dia serta saudaranya menerima
pendidikan mistisnya dirumah seorang sufi sahabat ayahnya, setelah ayahnya
meninggal dunia.
Di bidang
tasawuf, karya-karya Al-Ghazali cukup banyak, yang paling penting adalah Ihya’
‘Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci
pendapatnya tentang tasawuf, serta menghubungkannya dengan fiqh maupun moral
agama. Juga karya-karya lainnya, al-Munqidz min al-Dhalal, dimana
ia menguraikan secara menarik kehidupan rohaniahnya, Minhaj al-‘Abidin,
Kimia’ al-Sa’adah, Misykat al-Anwar dan sebagainya.
B. Tasawuf Falsafi
1.
Pengertian
Tasawuf Falsafi
Tasawuf
filosofii adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistik
dengan visi rasional. Berbada dengan tasawuf Sunni, seperti tasawufal-Qusyairi
dan al-Ghazali, tasawuf Filosofis menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya.
Pemaduan antara unsur tasawuf dan
filsafat dalam ajaran tasawuf filosofis telah membuat ajaran tasawuf aliran ini
bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat diluar Islam seperti Yunani, Persia,
India, dan agama nasrani. Meskipun demilian orisinalitasnya sebagai tasawuf
tetap terpelihara. Ciri umum dari aliran filosofis antara lain banyak ungkapan
dan istilah yang digunakan samar-samar terkadang hanya dipahami oleh kalangan
tertentu, terutama yang memahami dan mendalami ajaran tasawuf jenis ini,
sehingga tasawuf filosofis tidak dapat dipandang sebagai filsafat, karena
ajaran dan metode didasarkan pada rasa (dzanq), begitu juga sebaliknya tidak
dapat dikatagorikan kepada tasawuf dalam pengertian murni, karena ajarannya
sering diungkapkan dalam bahasa filsafat.
Para sufi pendiri aliran tasawuf
filosofis ini:
a.
memahami ilmu agama dengan mendalami
seperti Fiqh, Hadis, Tafsir, dan Ilmu Kalam.
b.
Mereka juga dikenal dengan baik filsafat
Yunani dan berbagai aliran filsafat lainnya. mereka juga mengkaji pemikiran
para filosof Islam seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain.
c. Selain
itu mereka juga dipengaruhi oleh aliran bathiniah sekte Islamiyah dan risalah
ikhwan al-Shafa. Karena itu mereka sering mendapat kritikan terutama dari
kalangan para fuqaha karena pendapat mereka tentang kesatuan wujud, kesatuan
agama dan akibat yang ditimbulkannua uang menurut para fuqaha bertentangan
dengan akidah Islam.
Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah
menyimpulkan bahwa ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi
filosofis yaitu:
a.
Latihan rohaniah dengan ras, intuisi,
serta introspeksi diri.
b.
Iluminasi atau hakikat yang terungkap
dari alam ghaib, misalnya sifat-sifat Rabbani, arsy, kursi, malaikat, wahyu,
kenabian, ruh, hakikat realitas segala wujud yang ghaib maupun yang tampak dari
susunan kosmos terutama tentang penciptaan dan ciptaannya.
c.
Peristiwa-peristiwa dalam alam yang
berpengaruh terhadap berbagai kekeramatan dan kekeluarbiasaan
d. Shathahiyat,
ungkapan yang samar-samar yang telah melahirkan reaksi masyarakat berupa
pengingkaran dan penyatuan.
Tasawuf falsafi mempunyai beberapa
karakteristik antara lain:
a.
Tasawuf ini didasarkan pada latihan
rohaniyah untuk peningkatan moral, sedangkan ilmu iluminasi sebagai metode
untuk mengetahui berbagai hakikat realitas, yang menurut penganutnya dapat
dicapai dengan fana.
b. Mereka
juga sering menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat realitas ajaran
mereka dengan berbagai simbol, sehingga ajaran mereka tidak dapat dipahami
begitu saja olehorang lain, dan sukar ditafsirkan, seperti ungkapan Abu Yazid
al-Busthami, dan al-Hallaj.[6]
Di dalam tasawuf falsafi metode
pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni. kalau tasawuf sunni lebih
menonjol kepada segi praktis , sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi
lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan
bisa dikatakan mustahil.[7]
Pemikiran
Filsafat merasuki dan mempengaruhi pemikiran Islam secara umum, dan tasawuf
secara khusus, pada abad VI dan VII H. Pada abad tersebut muncul mazhab wahdatul wujud dalam bentuknya yang
paripurna di tangan Sufi-Filosof Andalusia, Muhyiddin Ibnu Arabi (wafat 628 H).
Mazhab wahdatul wujud tersebar dari
Barat ke Timur oleh Ibnu Arabi sendiri dan Ibnu Sab’in.[8]
2.
Karakteristik
tasawuf falsafi
Adapun
karakteristik tasawuf falsafi antara lain:
a.
Latihan
rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
b.
Iluminasi
atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani,
‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang
wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang
penciptanya serta penciptaannya.
c.
Peristiwa-peristiwa
dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan
atau keluarbiasaan.
d.
Penciptaan
ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang
dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya,
menyetujui atau menginterpretasikannya.[9]
3.
Tokoh-tokoh
tasawuf falsafi
1.
Al-hallaj
Al-hallaj menggunakan paham hulul. Hulul merupakan salah
satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya kesatuan antara
kholiq dengan makhluk. Kata hulul berimplikasi kepada bersemayamnya sifat-sifat
ke-Tuhanan kedalam diri manusia atau masuk suatu zat kedalam zat yang lainnya.
Hulul adalah doktrin yang sangat menyimpang. Hulul ini telah disalah artikan
oleh manusia yang telah mengaku bersatu dengan Tuhan. Sehingga dikatakan bahwa
seorang budak tetaplah seorang budak dan seorang raja tetaplah seorang raja.
Tidak ada hubungan yang satu dengan yang lainnya sehingga yang terjadi adalah
hanyalah Allah yang mengetahui Allah dan hanya Allah yang dapat melihat Allah
dan hanya Allah yang menyembah Allah.
2.
Abu
yazid al-bustami.
Ia
mengembangkan faham ittihad, yang menurutnya manusia adalah pancaran Nur Ilahi,
oleh karena itu manusia hilang kesadaranya (sebagai manusia) maka pada dasarnya
ia telah menemukan asal mula yang sebenarnya yaitu nur ilahi atau dengan kata
lain ia menyatu dengan Tuhan. Sebagaimana Pengertian ittihad yang
disebutkan dalam sufi terminologi adalah penggabungan antara dua hal yang
menjadi satu. Kata ini berasal dari kata wahd atauwahdah yang
berarti satu atau tunggal. Jadi ittihad artinya bersatunya manusia dengan
Tuhan.
3.
Ibn
Arabi
Ibn Arabi
menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama,
kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia mencoba mengambarkan bahwa
proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau Bahasanya plotinus
ialah the one. Beliau mengajarkan faham Wahdatul-wujuddan Wahdatul-adyan. Wahdatul-adyan
adalah kesamaan agama, al-Arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu.
Karakteristik dari tasawuf ini adalah lebih mengedepankan akal dari pada
al-qur’an dan as-sunnah.
4.
Al-jilli
Konsep
al-jilli adalah insan kamil yaitu nukhsoh atau copy Tuhan, Tuhan memiliki sifat
pandai, berkehendak, mendengar, dan sebagainya. Manusiapun memiliki sifat
tersebut, dari konsep ini ia berusaha memberikan pemahaman kepada kita bahwa
manusia adalah insan kamil dengan segala kesempurnaannya, sebab pada dirinya
terdapat sifat dan nama illahi. Sama dengan al-Arabi karekteristik ajarannya
lebih mengedepankan akal.
5.
Ibn
Sabi’in
Ibn
Sabi’in terkenal dengan fahamnya yaitu kesatuan mutlak yang
menempatkan ketuhanan pada tempat pertama, sebab wujud Allah menurutnya adalah
asal segala yang ada. Sementara wujud materi yang tampak justru dia rujukkan
pada wujud mutlak.
6.
Ibnu-Massarah:
Ia menganut faham emanasi yaitu tingkatan-tingkatan wujud yang memancar
dari tuhan ,dalam fahamnya adalah materi pertama yang bersifat rohaniah,
kemudian akal universal, diikuti dengan jiwa yang bersifat murakkab.[10]
C. Tasawuf Syi’i
1.
Pengertian
Tasawuf Syi’i
Tasawuf Syi’i adalah tasawuf yang
beranggapan bahwa manusia akan manunggal dengan tuhannya karena ada kesamaan
esensi antara keduanya. Hal ini sebagaimana tasawuf falsafi di mana al-Hallaj (adalah
salah satu tokoh dari tasawuf filsafat) memformulasikan teorinya dalam doktrin
‘Hulul’, yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara rohaniyah atau makhluk
dengan al-khalik. Oleh karenanya tasawuf syi’i disebut-sebut mempunyai kesaman
dengan tasawuf falsafi.
Pada tasawuf Syi’i yang dengan penghormatan
berlebihannya kepada Ali Bin Abi Thalib dan sebagai imam pertama kaum Syi’ah,
Ali menggabungkan dua jenis otoritas di atas dalam satu pribadi, dan menurut
Syi’isme, aturan tepat segala sesuatu menuntut bahwa imam harus mengatur dan
memerintah secara spiritual dan temporal. Akan tetapi, sementara dalam Syi’isme
aspek esoteris Islam diproyeksikan ke masyakarat umum, sehingga perbedaan
antara eksoteris dan esoteris menjadi samar. Dalam pemahaman sufi pada umumnya
hierarki vertikal dan horizontal tidak perlu bercampur. Hal inilah yang
membedakannya dengan tasawuf Syi’i yang menggabungkan dua unsur esoteris dan
unsur eksoteris.
Selain itu tasawuf Syi’i atau yang
di sebut juga tasawuf Syi’ah, ajarannya adalah pemulyaan kepada imam secara
berlebihan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menuhankan imam. Hal ini
merupakan perbedaan yang cukup kontras dengan tasawuf lainnya umpamanya sunni,
bahkan pada masanya Syi’i dan Sunni adalah aliran atau tasawuf yang saling
bertolak belakang dalam kecintaan kepada Ali Bin Abi Thalib dan karena
keruhaniannya yang unggul. Di mana Syi’i karena kecintaannya yang berlebihan
pada Ali Bin Abi Thalib, sehingga membatalkan kekhalifaan khalifah sebelum Ali
Bin Abi Thalib, bahkan mengkafirkan mereka.
2.
Karakteristik
Tasawuf Syi’i
Jika berbicara tentang tasawuf
syi’i, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana dua macam tasawuf yang
dibedakan berdasarkan “kedekatan” atau “jarak” ini memiliki perbedaan. Paham
tasawuf syi’i beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena
ada kesamaan esensi antara keduanya. Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh
Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i. Syi’i
memilki pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Menurutnya dua
kelompok itu mempunyai dua kesamaan.
Sementara itu azzmardi azra tidak
membedakan antar keduanya dalam persoalan tasawuf,karena tidak dikenal dalam
terminologi islam mengenai tasawuf syi’i.
Karakteristik
dari ajaran tasawuf ini adalah:
a. Ajarannya lebih didasarkan atas
ketajaman pemahaman dalam menganalisis kedekatan manusia dengan tuhan,
b. Lebih mengedepankan konsepsi
keimanan
3. Tokoh-Tokoh Tasawuf
Syi’i
a. Ibnu khaldun,
Ibnu kaldun mengambil konsep persoalan quthb yang merupakan puncak iman dan
ibdal yang merupakan perwakilan .
b. Azyumardi azra, Ia
tidak membedakan antara tasawuf syi’i dan sunni .Ia lebih kepada konsep
mahabbah,ma,rifah,hulul,wahdatul wujud kesemuanya itu konsep dari tasawuf
falsafi yang cenderung lebih spekulatif.
c. Ath-thabathaba’I,
Ia menjelaskan bahwa ilmu ma’rifat ,mula-mula timbul dalam dunia sunnah
kemudian dikalangan kaum syi’ah[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan makalah tersebut dapat disimpulkan: Tasawuf sunni ialah aliran
tasaawuf yang berusaha memadukan asapek hakekat dan syari’at, yang
senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri
kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran
al-Qur’an, Sunnah dan Shirah para sahabat. Ciri-ciri dan karakteristik ajaran Tasawuf Sunni: Melandaskan diri
pada Al-quran dan As-Sunnah; Tidak
menggunakan terminologi – terminology filsafat sebagaimana
terdapat pada ungkapan – ungkapan Syathahat; Lebih bersifat mengajarkan dualism dalam hunganan antara
Tuhan dan manusia; Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at; dan lebih
terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan
cara riyadhah (latihan – latihan) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
Tasawuf
filosofii adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistik
dengan visi rasional; Iluminasi
atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani,
‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang
wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos;
peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai
bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan; penciptaan ungkapan-ungkapan yang
pengertiannya sepintas samar-samar.
Tasawuf
Syi’i adalah tasawuf yang beranggapan bahwa manusia akan manunggal dengan
tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya. Karakteristik: ajarannya
lebih didasarkan atas ketajaman pemahaman dalam menganalisis kedekatan manusia
dengan tuhan, dan lebih mengedepankan konsepsi keimanan. Tokoh-Tokoh Tasawuf Syi’i: Ibnu
khaldun, Azyumardi azra; Ath-thabathaba’I.
DAFTAR
PUSTAKA
Damanhuri, Akhlak Tasawuf, Banda Aceh: PENA, 2
Fattah Sayyid Ahmad. Abdul, Tasawuf antara Al-Ghazali & Ibnu
Taimiyah, Jakarta: KHALIFA, 2005.
As.
Zufr-Zie Ncek,”Makalah Ilmu Tasawuf, perkembangan tasawuf akhlaqi,falsafi dan
syi’i”, http://aszufri92.wordpress.com/2012/08/07/makalah-ilmu-tasawuf-perkembangan-tasawuf-akhlaqi-falsafi-dan-syii/(diakses
pada 18 April, 01:25).
Tesa.
Aminraka, “Sejarah perkembangan tasawuf”, http://amienrakatesa.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-tasawuf.html
(diakses pada Rabu, 17 April 2013, 22:01).
Team Musyawarah Guru Bina
[1] Damanhuri, Akhlak Tasawuf, Banda Aceh: PENA, 2010
[2] Tesa. Amienraka,
“Sejarah perkembangan tasawuf”, http://amienrakatesa.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-tasawuf.html (diakses pada Rabu, 17 April
2013, 22:01)
[4]Tesa.
Amienraka, Loc. Cit.
[5]As. Zufr-Zie Ncek,”Makalah Ilmu
Tasawuf, perkembangan tasawuf akhlaqi,falsafi dan syi’i”,
http://aszufri92.wordpress.com/2012/08/07/makalah-ilmu-tasawuf-perkembangan-tasawuf-akhlaqi-falsafi-dan-syii/(diakses
pada 18 April, 01:25).
[6] Damanhuri,Op. Cit.hal. 128-130.
[7]
Tesa.
Aminraka, “Sejarah perkembangan tasawuf”, http://amienrakatesa.blogspot.com
[8] Fattah Sayyid Ahmad. Abdul, Tasawuf antara Al-Ghazali & Ibnu
Taimiyah, Jakarta: KHALIFA, 2005.
[9]Tesa.
Aminraka, “Sejarah perkembangan tasawuf”,
http://amienrakatesa.blogspot.com
[10]Tesa.
Aminraka, “Sejarah perkembangan tasawuf”,
http://amienrakatesa.blogspot.com
[11]Tesa.
Aminraka, “Sejarah perkembangan tasawuf”,
http://amienrakatesa.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment